Pak Harto, Nasihat pada anak anaknya

Presiden Soeharto mengungkapkan, ia selalu memberi nasihat kepada para putra-putrinya agar tidak menempatkan diri mereka sebagai anak-anak presiden, karena jabatan presiden itu hanya lima tahun. Presiden Soeharto mengungkapkan, ia selalu memberi nasihat kepada para putra-putrinya agar tidak menempatkan diri mereka sebagai anak-anak presiden, karena jabatan presiden itu hanya lima tahun. "Setelah lima tahun kalian anaknya Pak Harto dan Bu Harto, bukan anak presiden lagi," ujar Presiden Soeharto. Presiden mengemukakan hal itu ketika menjawab pertanyaan seorang ibu yang mengharapkan resep untuk membangun keluarga harmonis dalam suatu temu wicara pada Peringatan Hari Ibu ke-67 di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, hari Jumat (22/12). "Oleh karena itulah sampai sekarang ini alhamdulillah mereka bisa menempatkan diri mereka, sehingga tidak ada yang kelihatannya mengagung-agungkan diri mereka dumeh anak Presiden," demikian Kepala Negara yang didampingi Ny Tien Soeharto, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita Mien Sugandhi dan para
Menteri Kabinet Pembangunan VI lainnya serta para pejabat tinggi sipil dan militer setempat. Dalam kesempatan ini pula,
sekali lagi Kepala Negara membantah tuduhan-tuduhan bahwa tempat tinggalnya di Jalan Cendana, Jakarta, sebagai markas besar untuk menentukan besarnya komisi dari proyek- proyek pembangunan di Indonesia ini. Tuduhan-tuduhan itu banyak muncul ketika akan dimulai pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. "Ketika itu, ada tuduhan seolah-olah rumah di Jalan Cendana itu sebagai markas besar untuk menentukan komisi. Padahal itu tidak benar. Maka pada waktu membangun Taman Mini itu Ibu Soeharto bukan disebut Tien Soeharto tapi tien procent, maksudnya setiap proyek itu ditarik komisi tien persen atau sepuluh persen, " kata Presiden.

"Aja dumeh"
Masih menjawab pertanyaan, Presiden mengatakan, di rumah ia selalu menempatkan diri sebagai orang biasa dan bukan sebagai seorang presiden. "Saya di rumah, di antara istri dan anak-anak merasa sebagai seorang biasa, hanya secara kebetulan diberi kepercayaan oleh rakyat untuk memimpin negara ini sebagai presiden," kata Kepala Negara. Presiden mengatakan tidak menempatkan diri sebagai presiden di rumah, karena jabatan presiden itu hanya lima tahun. "Hanya secara kebetulan saya dipilih enam kali, lima tahun, lima tahun ... tapi tetap lima tahun, setelah itu berhenti ... maka dari itu saya tidak menempatkan diri sebagai presiden di rumah yang harus terus dilayani, tapi saya menempatkan diri sebagai manusia biasa," kata Presiden. Kemudian Kepala Negara memberi wejangan dalam bahasa Jawa, yakni, aja kagetan, aja gumunan dan aja dumeh (jangan mudah terkejut, jangan mudah heran dan jangan mentang-mentang). Menurut Kepala Negara perlu percaya terhadap kekuasaan Tuhan YME, dengan demikian akan yakin bahwa segala sesuatu akan terjadi bila memang dikehendaki oleh Tuhan YME. Tapi, kata Kepala Negara, bila benar-benar terjadi pada diri kita masing-masing, misalnya, mendapat kedudukan, maka aja dumeh dadi presiden, kemudian berbuat semau-maunya sendiri. "Saya selalu berusaha untuk memenuhi kepercayaan dari rakyat, mengabdi kepada rakyat, apa yang saya bisa lakukan kepada rakyat, demi pengabdian kepada rakyat, demi penghargaan terhadap kepercayaan rakyat yang diberikan kepada saya berdua," demikian Presiden.

Wanita Indonesia
Presiden juga mengungkapkan bagaimana peranan Ny Tien Soeharto sebagai istri, ibu dan pengabdi masyarakat. "Ibu pun demikian, kecuali memenuhi kewajibannya sebagai pendamping saya, mengasuh anak-anak juga sebagai anggota masyarakat. Jadi dipilah-pilahkan, mana untuk suami, mana untuk anak dan mana untuk masyarakat," tutur Presiden.
Kemudian Presiden menegaskan, bila Ny Tien Soeharto ikut membangun rumah sakit untuk anak, rumah sakit jantung, Taman Mini Indonesia Indah, dan yang terakhir di bidang agrowisata, itu bukan dilakukan sendiri, tapi dengan mengajak masyarakat untuk membangun. "Jadi bukan dengan uangnnya ibu sendiri, tapi dengan mengajak masyarakat yang sepaham dan ternyata mereka itu mau... Walaupun permulaan pada waktu membangun Taman Mini dulu terjadi banyak salah paham, disangka ibu itu mengambil komisi dari setiap proyek," tutur Presiden.
Dalam temu wicara ini Presiden juga menunjukkan betapa pentingnya peranan wanita sebagai pembangun sumber daya manusia. Dikatakan, bahwa wanita Indonesia, antara lain melalui PKK sangat besar partisipasinya dalam pembangunan. Presiden mengungkapkan, ibu negara Amerika Serikat Ny Hillary Clinton misalnya memberi perhatian dan penghargaan terhadap jasa- jasa wanita Indonesia dalam pembangunan. "Beliau terus terang mengagumi partisipasi kaum wanita, yang perannya sangat penting. Di Beijing, beliau mengakui peranan PKK di sini. Di Amerika Serikat saya sempat ketemu dengan beliau, beliau mengatakan jika mengunjungi negara-negara berkembang menyarankan jika mau maju, maka tirulah kaum wanita Indonesia," katanya. Presiden menjelaskan, dalam kelanjutan pembangunan yang kedua, kita ingin meningkatkan kualitas manusia, kualitas masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan Pancasila. Sasaran yang hendak dicapai, kualitas manusia dan kualitas masyarakat itu dengan membangun sumber daya manusia (SDM). "Itu didapat dari pendidikan. Pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Pendidikan formal sembilan tahun seperti yang diprogramkan lewat wajib belajar sembilan tahun. Namun pendidikan tidak formal itu sangat tergantung dari pendidikan tidak formal sebelum wajib belajar. Tanggung jawab dari pendidikan sebelum sekolah itu memang dari orang tua tapi sebagian terbesar di tangan kaum wanita. Merekalah yang meletakkan landasan budi pekertinya, wataknya, sehingga nantinya tidak akan salah mengembangkan jati dirinya, sesuai kepribadian bangsa," kata Presiden. Karena pendidikan sangat penting, maka wanita menjadi sangat penting. Wanita harus memiliki pengetahuan banyak lewat sekolah dan jangan sampai jadi kaum yang tertinggal. Sehingga wajib belajar yang sekarang masih dipusatkan kepada yang kurang mampu, harus pula dititik beratkan pada wanita. Harus pinter "ubet" Istri, kata Presiden seraya tersenyum, jangan menuntut kemampuan yang tidak dimiliki suami. Jangan kemudian saling menuntut yang tidak dimiliki. Jangan maunya menang sendiri saja. Karena tidak semua dari manusia itu mencukupi penghasilannya. Sehingga, kalau kemampuan terbatas, jangan memiliki keinginan yang berlebihan. Di sini kaum ibu harus pintar mengatur penghasilan suaminya. Menjadi tanggung jawab dari ibu untuk selalu ngubetke (mencukup- cukupkan) kebutuhan sesuai penghasilan suaminya, sehingga tidak menjadi kurang. Sebaliknya suami juga harus bertanggung jawab berusaha memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Presiden juga mengemukakan bahwa gaji pegawai negeri dan ABRI memang tidak besar. Namun demikian, mereka jangan lalu dituduh korupsi kalau ternyata mereka bisa hidup layak, karena mungkin mereka bisa ngubetke (mengelola) gaji yang kecil itu. (osd/ody)